Selasa, 25 Oktober 2011

cerpen :SELENDANG BIRU PUTERI


SELENDANG BIRU PUTERI

::Naga Pamungkas::

GERIMIS mulai turun. Titik-titiknya mulai menyentuh tubuhku.
                Aku segera mempercepat langkahku. Saat ini aku tak ingin bercumbu dengan gerimis. Senja beberapa saat yang lalu telah datang. Warna gelap di beberapa tempat di Tanah Grogot ibukota Kabupaten Paser tampak nyata.
Lampu-lampu jalan yang menghiasi kota Tanah Grogot memang sedikit.
                Aku kini setengah berlari, beradu cepat dengan gerimis dan malam. Pasar Pagi Tanah Grogot sudah sepi. Setelah sholat magrib di Masjid Agung, baru aku ingat, malam ini aku berjanji main ke rumah Ella, teman baruku. Aku bertemu dengannya di Perpustakaan Umum tanah Grogot.
''Fay, main ke rumah …,'' katanya.
                ''Iya,'' jawabku.
                ''Aku tunggu nanti malam ya''.
                Aku hanya mengiyakan lagi.
                ''Benar nah Fay. datang ya malam ini?'' ujar Ella lagi.
                ''Malam ini malam apa? tanyaku.
                ''Malam Jumat. Memang kenapa?”
                ‘'Nggak. Nggak papa. Kalau malam besok gimana atau malam Minggu aja?'' kataku seraya melempar senyum.
                ''Malam ini aku ulang tahun, Fay,''katanya.
                Ada beberapa kali Ella menyuruhku datang ke rumahnya. Dan ada beberapa kali pula aku tidak sempat mampir ke rumahnya. Tapi kali ini aku merasa tidak enak. Dia ulang tahun.
                Aku bergegas. Pelabuhan sudah aku lewati. Aku perkirakan, hujan lebat tak akan turun. Hanya gerimis. Itu pun hanya sebentar. Aku melihat di pinggir jalan hanya ada beberapa orang yang berteduh dengan sabar. Ada pula beberapa orang yang membunuh dingin di Bakso Sabar, depan pelabuhan. Tanah Grogot memang sepi bagiku, yang baru beberapa bulan menginjakkan kaki di kota yang jarak tempuhnya dari Kecamatan Penajam (sekarang jadi Kabupaten Penajam Paser Utara) dua jam lebih. Kalau seandainya tidak ada beberapa teman yang aku kenal, aku sungguh-sungguh seperti orang yang terasing; sendiri berteman sunyi di Desa Sungai Tuak, sebuah desa yang letaknya di seberang sungai Tanah Grogot. Desa yang hanya dipisahkan Sungai Kandilo. Sekalipun jaraknya dekat, namun Desa Sungai Tuak sungguh desa tertinggal.
                Aku ke Sungai Tuak karena melarikan diri dari rutinitas kuliah. Semula aku hanya jalan-jalan saja. Eh, ternyata, aku malah tinggal di desa tersebut, dan sesekali  bertukar pikiran dengan petani di sawah. Aku mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman Samarinda yang mencoba mengamalkan sedikit ilmu di desa, sekalipun belum lulus kuliah.
                Semula aku diajak Pak Yanto Kepala Desa Rantau Panjang tinggal di rumahnya. Namun, aku lebih memilih tinggal di Desa Sungai Tuak, yang jaraknya tak terlalu jauh dari Tanah Grogot.
                Desa Rantau Panjang belum ada listriknya. Jalan tembus lewat darat baru beberapa bulan yang lalu dirintis oleh ABRI Masuk Desa (AMD) bersama dengan penduduk Desa Rantau Panjang.
                Sedangkan di Desa Sungai Tuak sudah ada listrik dan jalan tembus, sehingga kita tak kesulitan bila menuju ke rumah tetangga. Bayangkan, betapa sulitnya bagi kita yang tak bisa mendayung bila ingin pergi ke rumah tetangga, karena harus lewat sungai.
                Aku sendiri, baru saja bisa mendayung. Pertama kali mencoba mengayuh, aku malah terputar-putar bersama perahu di tengah sungai. Kini aku sedikit mahir. Aku tidak perlu lagi minta bantuan orang lain untuk menyeberangkanku ke Tanah Grogot. Baik siang maupun malam hari.
                Pernah suatu kali, aku pulang malam. Aku lihat di pinggir sungai tidak ada perahu miliknya Upe, tetanggaku di Sungai Tuak. Perahu milik Upe itu biasa aku pinjam. Tapi ada sebuah perahu, yang entah aku tidak tahu siapa pemiliknya. Tapi tidak ada dayungnya. Yah, terpaksa aku mengayuh pakai sandal jepit. Untung bisa. Padahal arus air Sungai Kandilo malam itu cukup besar dan kebetulan saat itu di Desa Sungai Tuak mati lampu, sehingga tampaklah Desa Sungai Tuak bagaikan sebuah hutan angker yang tak berpenghuni.
                Gerimis sudah berhenti. Langit masih gelap. Tak ada bintang-bintang. Aku sudah tiba di tepi Sungai Kandilo, di belakang Langgar Attaqwa. Suasana benar-benar sunyi. Namun, Sungai Kandilo tidak tidur. Arus airnya cukup deras dan pasang. Arusnya berlenggang-lenggok ke hulu.
                Aku tebarkan pandanganku ke seberang, ke balai desa, tempat aku tinggal ; gelap, lampunya belum dinyalakan. Sebenarnya ada rasa takut juga aku tidur sendirian di kantor Balai Desa itu. Tikusnya banyak dan besar-besar. Bila malam tiba mereka keluar dari sarang dan berlarian. Aku sempat ditawari Pak Bedu, Ketua LKMD setempat untuk tidur di rumahnya, tapi aku tak ingin merepotkan.
                Pernah suatu kali, kelambuku dijatuhi tikus. Namun itu tak seberapa membuatku takut. Yang aku takuti adalah ular. Di Desa Sungai Tuak banyak berkeliaran ular-ular. Aku sempat beberapa kali bertemu ular. Baik ular yang besar maupun ular yang kecil. Baik yang berwarna gelap ataupun yang berwarna terang. Apakah kalian ingin berkenalan dengan mereka? Hih ….jangan deh.
                Aku sudah pula berkenalan dengan ular yang beranak di perahu ketika aku menyeberang. Untungnya, aku tahunya setelah tiba di seberang sungai. Seandainya aku tahunya di tengah sungai, tentu aku akan lebih memilih terjun ke sungai. Takut bila ular itu  mengigit kakiku. Wuih, ngeri!
                Selama lebih lima bulan aku tinggal di Desa Sungai Tuak, ada suatu keanehan yang aku alami. Yaitu : setiap aku tidur sendiri dan aku juga tidak tahu, waktunya selalu malam Jumat, aku bertemu dengan seorang perempuan muda, usianya sekitar dua puluhan tahun. Dia berpakaian kain sutera berwarna kuning dan memakai selendang berwarna biru. Wajahnya sungguh cantik. Dia tidak berkata apa-apa. Hanya tersenyum lalu menghilang.
                Aku tidak tahu, apakah aku hanya bermimpi? Tapi anehnya, pagi harinya ketika aku bangun di meja kantor Balai Desa itu tersedia makanan dan buah-buahan. Ah, seperti dongeng saja. Sungguh, aku benar-benar tak mengerti.
                Dua kali sudah aku bertemu dengan perempuan (yang sungguh benar-benar cantik)  itu. Pada pertemuan yang kedua, dia sempat berkata ;” Aku Putri dari Pasir Belengkong. Aku ingin bersama kamu ...'' lalu dia kembali menghilang.
                Putri dari Pasir Belengkong? Siapa dia? Aku hanya tahu sedikit tentang Kecamatan Pasir Belengkong. Di daerah itu memang ada bekas kerajaan dan sekarang jadi museum. Aku hanya tahu itu. Aku belum pernah ke sana. Aku tidak tahu puteri-puteri dari kerajaan Pasir Belengkong. Sungguh. Atau adakah kerajaan lain di Pasir Belengkong? Atau ini juga puteri, tapi bukan dari kerajaan Pasir Belengkong?
                Aku harus bergegas pulang. Bukankah malam ini aku janji akan ke rumah Ella? Dia ulang tahun. Aku hanya ingin berganti baju. Dan menyemprotkan wewangian ke tubuhku. Malam ini aku malas mandi. Pasti dingin. Ah, biar besok pagi saja.
                Aku melihat perahu miliknya Upe ditambatkan di pinggir sungai. Untung ada dayungnya. Mungkin Upe atau Dani, adiknya Upe yang memakai. Aku cuma pinjam sebentar, toh nanti bila ada warga yang ingin menyeberang ke Sungai Tuak akan memakai perahu itu lagi dan kembali ke seberang. Tali pengikat perahu aku lepaskan. Lantas aku duduk di ujung perahu. Arus air cukup deras. Perahu mulai aku kayuh. Namun, apakah aku yang lambat mengayuh ataukah karena arus yang deras, sehingga perahu hanyut.
                Aku berusaha mendayung, tapi perahu terus saja hanyut tanpa bisa aku kendalikan. Perahu hanyut ke hulu. Keringat sudah membasahi tubuhku. Kegelapan sungai tak bisa membantuku. Sunyi. Ada sesuatu kekuatan gaib yang tidak bisa aku lawan. Dan, perahu pun itu terus hanyut.
                Akhirnya perahu tiba di tepi sungai. Tapi aku yakin, ini bukan di Desa Sungai Tuak, apalagi tanah Grogot. Entahlah, aku tidak tahu dimana kini aku berada.
Di tepi sungai orang-orang ramai berdiri. Tapi, tak satupun yang aku kenali.
                ‘'Selamat datang, Tuan,'' ujar orang yang berdiri di depanku.
                Ada beberapa orang, yang nampaknya (bila melihat pakaiannya) seperti prajurit istana, berdiri di samping orang yang berkata-kata menyambutku tadi. Ada tombak dan perisai di tangannya.
Ada keheranan di wajahku.
                ''Tuan kami persilahkan masuk keraton''. Orang itu mempersilahkan. Sikapnya sopan dan ramah.
                Aku melangkah mengikutinya. ''Ada apa ini?'' tanyaku.
                ''Bukankah tuan akan menikah dengan sang puteri?
                ''Aku akan menikah dengan sang puteri?'' aku makin kebingungan.
                ''Kapan?'' tanyaku.
                ''Bukankah malam ini tuan?'' jawab laki-laki tinggi besar itu lagi. ''Tuan kami persilahkan beristirahat dulu,'' lanjutnya.
                Aku disuruh masuk ke dalam sebuah ruangan. Ruangannya luas dan sungguh bagus. Ada sebuah ranjang dan barang-barang antik di sekitarnya.
                Tidak berapa lama kemudian, pintu ruangan kembali terbuka. Seorang perempuan muda masuk dengan membawa makanan dan dua orang perempuan muda lagi membawa minuman dan buah-buahan.
                Makanan dan buah-buahan itu diletakkan di meja. Lantas mereka pergi meninggalkan ruangan. Pintu ruangan kembali ditutup.
                Aku membaringkan tubuh di ranjang. Kutatap langit-langit. Apa yang kini sudah terjadi pada diriku? Di mana kini aku berda? Aku akan menikah? Apakah aku kini berada di alam gaib. Oh, tidak! Aku berteriak sekeras-kerasnya; ''Tidaaaaak!”.
               
                                ***

                SANG Surya sudah bersinar. sinarnya kembali menyiram bumi. Ayam-ayam Upe juga sudah ramai berkokok. Aku terbangun. Pandangan kutebar ke ruangan sekitar. Aku berada di Balai Desa Sungai Tuak. Oh, apakah tadi malam aku bermimpi?
                Tapi, Oh! Aku kembali tersentak kaget. Dari balik kelambu, aku melihat makanan, minuman dan buah-buahan terhidang di meja. Dan aku lebih tersentak kaget lagi, ketika aku melihat di sampingku; tergeletak sebuah selendang biru.
                Apakah kamu tahu selendang biru itu milik siapa?
Ah, aku kembali mengecewakan Ella. Aku menguap. Aku masih mengantuk dan ingin tidur.
                Dan aku biarkan saja selendang biru itu terbaring di sampingku. *


                                                Desa Sungai Tuak, Februari 1995

Minggu, 23 Oktober 2011

cerpen (arsip koran) : TARUHAN (1994)




cerpen : TARUHAN (1994)

Cerpen (Arsip Koran) : DENDAM BULAN 1994)




cerpen : DENDAN BULAN (1994)

cerpen (koran) : KEPADA BINTANG (Suara Kabar Manuntung, kini Kaltim Post, 1994)

cerbung (koran) : AH (Koran Harian Suara Kaltim, Mei 1994)































SALAH satu cerita bersambung (cerbung) yang berjudul : AH, yang dimuat di Koran Harian Suara Kaltim (mei 1994). Setelah dicari-cari di Badan Perpustakaan Kaltim, ketem,u cerbung ini. Cerbung lainnya yang dimuat di media tidak sempat diarsipkan. Seperti juga cerpen yang memperoleh penghargaan sebagai juara pertama dalam lomba cerpen Dharma Wanita Kalimantan Timur tahun 1995-an, tak hanya hilang bahkan judulnya pun lupa.

cerita : Daun Bungkus dan Penis

Daun Bungkus dan Penis

:: Naga Pamungkas::

REP | 01 July 2011 | 16:13 pengunjung 1378 11 Kompasianer menilai menarik



HANDPHONE saya bernyanyi, seorang teman menghubungi saya. Dia mengajak saya ke Tenggarong Kabupaten Kutai Kertanegara. Bila dari Samarinda ibukota Kalimantan Timur sekitar 40 km.
Teman saya itu mengajak saya untuk ke Penas (Pekan Nasional (Penas) Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) yang digelar di Stadion Madya Tenggarong, Kutai Kartanegara (Kukar).
Tak biasanya dia bersemangat mengajak untuk melihat kegiatan-kegiatan seperti itu.
Besoknya kami bersama dengan seorang teman lagi menuju ke Penas. Tiba di arena promosi dari berbagai daerah, yang dicari-carinya adalah stand Papua Barat. Tak jauh berbeda dengan stand dari daerah lain, yang memajang tanaman, peternakan, hasil olahan bahan makanan dari perikanan dengan khas daerah masing-masing.
Teman saya itu tak tertarik dengan minyak lintah atau bulus yang ada di stand suatu daerah. Atau potongan batang-batang kecil dan daun untuk mengobati berbagai penyakit. Dia tak tertarik, dengan berbagai jenis tanaman, alat-alat pertanian atau hal-hal yangnya yang ada di pamerkan di stand sejumlah daerah di Indonesia.
Dia hanya tertarik dengan daun dan kulit pohon asal Papua. Daun itu disebut daun bungkus. Apa kegunaan utama dari daun yang mirip daun sirih itu? Untuk memperbesar “peralatan perang” milik lelaki. Sedangkan rajikan kulit pohon tersebut untuk menambah stamina agar tahan lama ‘berperang’. Pengertian sederhana tahan lama ini adalah sama dengan berjalan puluhan kilometer tanpa kelelahan.
Sayangnya, kedatangan kami satu hari menjelang penutupan acara Penas sedikit terlambat. Menurut seorang penjaga stand, yang selalu tersenyum-senyum, daun bungkus sudah habis. Tak sampai setengah hari daun bungkus itu ludes diserbu pengunjung.
‘’Tapi kalau mau menunggu nanti malam ada lagi. Saat ini sedang dibikin, ‘’ kata seorang ibu-ibu asli Papua.
Daripada menunggu sampai malam, kami berencana besoknya akan ke sana lagi. Kami berpesan kepada penjaga stand Papua Barat itu, agar disimpankan untuk kami dan besoknya akan diambil.
Kenapa teman-teman saya—dan tentu saja saya juga—tertarik. Karena daun bungkus ini bisa membikin penis kita sebesar kaleng coca cola atau seperti anak kucing yang baru dilahirkan. Pemuda Papua kebanyakan mencoba daun, yang konon hanya tumbuh di Papua ini.
Karena penasaran, kami mendatangi penginapan peserta asal Papua Barat. Cornelis, ‘dokter’ speasialis memperbesar penis dengan daun bungkus kami temui. Setelah berbincang seadaanya seorang teman saya mencobanya. Bersama Cornelis menuju rumah di samping rumah tempat peserta Penas Papua Barat menginap. Cornelis sempat berbisik, bapak yang punya rumah ini juga sedang melakukan pembesaran. Kami melirik; seorang lelaki yang berumur sekitar 50 tahunan lebih duduk di kursi. Dia mengenakan sarung.
Cornelis sedang memberikan petunjuk kepada teman saya. Daun diambilnya selembar daun, disiapkannya minyak sari kelapa dan perban. Daun bagian dalam dikeriknya, lalu diolesinya minyak. Teman saya disuruhnya mengolesi batang kemaluannya. Selanjutnya daun dibungkuskan ke penis dan dibalut perban.
Tak sampai sepuluh menit, teman saya berteriak panas. ‘’Terasa nyut-nyut,’’ ujarnya.
Cornelis berpesan, bila terasa panas dilepas saja. Jangan sampai terkena air.
Besoknya saya menanyakan kepada teman saya, apakah ada perubahan. Dengan bangganya dia menjawab; benar ada perubahan. Bengkak. Besoknya saya bertanya lagi. ‘’Punyaku menjadi hitam sedikit besar. Nanti akan saya bungkus lagi,’’ katanya. Besoknya saya bertanya lagi. ‘’Lecet. Kena air. Saya mirip anak yang baru bersunat. Bila punya saya kena sarung, sakit,’’ ceritanya lagi.
Di Papua, bubuk daun bungkus yang berwarna hijau tua itu dimasukkan dalam botol ukuran 10 cm tapi isinya hanya sepertiganya saja. Harga jualnya jika dibeli langsung ke pembuatnya hanya Rp 20-30 ribu.
Cornelis member kami brosur. Daun Bungkus atau pilemon cor, sp nama latinnya. Untuk hasil yang baik, lakukan pembungkusan beberapa kali. Apabila terasa panas segera lepas perban dan daun bungkus, agar penis tak lecet.
Jangan membalut seluruh bagian penis, karena kulit daerah bawah penis sangat sensitif sehingga lebih mudah lecet..
Jika terlalu lama membalutkan daun ini akan menyebabkan penis membengkak dan melepuh. Kalau sudah membengkak membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengembalikan kulit ke bentuk normal dan biasanya bisa mencapai 2 minggu waktu pemulihan.
Untuk tahap awal, biasanya orang-orang mengulanginya setiap 2 hari sekali tidak perlu tiap hari agar memberikan waktu pada kulit berada dalam kondisi normal.
Reaksi yang diberikan dari daun bungkus ini terbilang cepat, karena dalam waktu beberapa menit setelah digunakan maka penis akan menegang.
Namun untuk mencapai hasil yang maksimal tidak bisa didapatkan dalam waktu singkat, karena untuk mendapatkan bentuk penis yang permanen harus diulang beberapa kali tergantung kondisi orang tersebut.
Menurutnya daun ini berasal dari alam dan terbebas dari penggunaan bahan kimia apapun. Selain itu hingga kini efek samping yang ditimbulkan hanya rasa tak nyaman dan bengkak atau melepuh jika memakainya terlalu lama.
Saat dikonfirmasi ke dr Hardhi Pranata selaku ketua Umum Perhimpunan Dokter Herbal Medik Indonesia mengenai khasiat dari daun bungkus untuk memperbesar alat vital, dirinya mengaku belum pernah mendengar hal tersebut dan belum ada penelitian ilmiah yang membahas hal ini.
“Prinsip pembesaran penis adalah adanya aliran darah arteri yang terus menerus ke bagian korpus skrotum serta menghambat aliran darah baliknya yaitu vena. Hal ini akan membuat korpus skrotum terisi darah dan membesar. Namun mengenai kinerja dari daun bungus ini, ia mengaku belum mengetahuinya,” ujarnya ketika diwawancarai detikHealth.
Hingga kini memang belum ada satupun penelitian ilmiah atau medis yang dapat menunjukkan khasiat dari daun bungkus ini. Pakar herbal juga masih kesulitan menemukan nama latin daun bungkus ini.
Penelti herbal buah merah (Pandanus conoideus) drs I Made Budi MSi dari Universitas Cendrawasih ketika diwawancarai detikHealth mengaku belum pernah meneliti daun bungkus ini.
Tapi menurutnya, khasiat daun bungkus yang tumbuhnya merayap di hutan ini ada pada trikoma atau rambut daun. Made juga mengingatkan agar hati-hati menggunakan daun bungkus karena belum ada penelitiannya sehingga jangan sampai si pemakai mengalami masalah karena tidak ada petunjuk yang jelas. (Detik.com)
Menurut dr Boyke Dian Nugraha, metode itu alamiah namun reaksinya cukup berbahaya. Alat kelamin yang dibungkus daun itu menjadi bengkak seperti tersengat lebah.
“Itu bahaya banget soalnya banyak yang terkena infeksi dan penisnya sampai bernanah,” kata Boyke.
……..
Selain untuk memperbesar penis, menurut brosur milik cornelis itu, daun bungkus juga dapat menyembuhkan penyakit maag (dapat mengeluarkan asam lambung) dengan cara mengkonsumsi 1-2 lembar daun. Selain itu untuk menghilangkan bau mulut.
Seminggu sudah sejak teman saya itu mencoba daun bungkus. Menurut pengakuannya, memang ada sedikit perubahan. Sedikit besar dari ukuran standar orang Asia. Cuma terlihat hitam.
Bukan hanya anda yang tertarik. Sebagai sarjana pertanian, saya membeli tanaman tersebut di pot kecil untuk dikembangkan. Dan bila ada waktu akan diadakan penelitian. Anda ingin mencoba? ***

============
*-–sebuah catatan dari acara Pekan Nasional (Penas) Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) yang digelar ) tanggal 18-23 Juni 2011di Stadion Madya Tenggarong, Kutai Kartanegara.–


Share 19  
<p>Your browser does not support iframes.</p>
KOMENTAR BERDASARKAN :
  • 1 July 2011 16:28:16
    masih bisa ereksi ngak ya?
    Suka
  • 1 July 2011 16:34:13
    menurut bbrp teman, masih bisa
    Suka
  • 1 July 2011 16:37:42
    Besaran mana antara memakai daun bungkus dgn ke cucu mak erot?
    Suka
  • 1 July 2011 16:40:00
    wah itu yg aku gak tau. aku blm pernah ke cucu mak erot … dan kurang begitu percaya. apakah cucu mak erot benar bisa menambah ukuran vital lelaki?
    Suka
  • 1 July 2011 20:38:19
    kalau buat penduduk asli papua sih pasti cocok, kulit Mr P biasa dibungkus koteka dan me-
    mang alamiah kulit mereka berbeda dengan kulit penduduk pulau-pulau lain, sebelum ada
    penelitian ilmiah memang mengkhawatirkan, bukan ampuh tetapi melepuh akhirnya tidak
    bisa digunakan, salam Bang Zailani.
    Suka
  • 2 July 2011 05:46:39
    Menyimak dulu ya
    Suka
  • 2 July 2011 13:21:03
    Kalau saya punya biasanya saya bungkus dengan daun V nya istri, jadi tambah besar dan nikmat…
    Suka
  • 2 July 2011 18:50:56
    Tulisan ini mengingatkan saya 12 tahun yg lalu ketika masih kuliah di akademi pelayaran.kami rame rame sampai seminggu gak mandi..heee kebetulan anak2 dari sorong banyak yg jadi dokter nya.Hasilny tok cer deh ada yg 20cm bahkan ada yg nyampe 30 cm kalo ereksi.Permanen hasilnya,efek sampingnya istri lengket terus..haahaa salam.
    Suka
  • 3 July 2011 15:40:30
    Apa benar dengan daun bungkus panjang penis teman anda bisa jadi 20cm bahkan 30cm, apa sdh dibuktikan sendiri bagaimana dgn hasil yg bung yonathan coba, kalau ya berarti gak usah operasi segala supaya lebih perkasa
    Suka
  • 3 July 2011 15:35:23
    Bagaimana hasil uji coba daun bungkus nya saudara zailani juga teman2 nya, apa benar bisa sebesar kaleng coke, tentunya sy pun penasaran
    Suka
  • 3 July 2011 20:38:04
    @ari liu:bener bro,hasilnya PATEN!!!gak perlu operasi,mak erot dan jampi2.Malah alami bentuknya dan kalo berdiri kerasnya OK..Klo menrutku sih kasih orang profesional yg membungkus biar hasilnya kebanyakan mereka dari sorong atau manokwari..
    Suka

cerita : Mengejar Taman Sorga di Dalam Masjid Nabawi

Mengejar Taman Sorga di Dalam Masjid Nabawi

cerita : Naga Pamungkas


13098215091458735504

SHALAT  subuh masih sekitar 2 jam lagi. Tapi jamaah sudah berdiri di depan pintu masjid Nabawi di Madinah. Mereka – dari berbagai bangsa–berbaris, yang duluan datang berhak atas deretan pertama di depan pintu. Kian mendekati waktu shalat, kian banyak jammaah yang berbaris menunggu pintu di buka.
Tekad mereka hanya satu; saat pintu di buka, maka berlari lah sekencang-kencangnya menuju tempat yang ‘berambal hijau’, yang disebut-sebut ‘taman sorga’.
Angin subuh yang membawa dingin tak aku  rasakan lagi. Begitu masjid pintu dibuka,  aku berlari sekencang-kencangnya, ingin mengalahkan angin dan dingin. Berebutan dengan yang lain. Sekalipun aku telah berlari sekencang-kencangnya, aku hanya dapat barisan terakhir dari ‘taman sorga’. Namun, syukur alhamdullah aku lebih beruntung,  yang lain sekalipun sudah berlari sekencang-kencangnya,  tak berhasil  juga masuk ke dalam ‘taman surga’ untuk melakukan shalat.  Di ‘taman sorga’ tak ada sedikit pun tempat yang dibiarkan kosong. Untuk duduk pun sangatlah sulit.
Setiap dini hari di musim haji, menjelang subuh sehabis mandi, aku berdiri di depan pintu masjid nabawi. Berebut tempat agar bisa berlari cepat menuju ‘taman sorga’.
Hingga suatu ketika, seseorang memberitahu, kalau ingin shalat di dalam ‘taman sorga’ setelah isya jangan pulang. Benar saja, ketika yang lain pulang setelah melaksanakan ibadah shalat isya, aku dengan leluasanya melakukan shalat sunat, memohon segala macam permohonan kepada  Sang Maha Penguasa; Allah SWT.
Madinah, akhir 2003-awal 2004